Kumpulan Cerita Sex Dewasa Bergambar Terbaru dengan Foto Cewek IGO Seksi Suka Bokep, Bugil, Ngentot, Janda Gersang Toge, Tante Girang Sange, ABG Nakal Baca Cerita Dewasa Terbaru

Aku Terjebak Dalam Sebuah Pesta Seks

Cerita ngentot baru berjudul Aku Terjebak Dalam Sebuah Pesta Seks ini merupakan lanjutan dari -> [Aku Diperkosa Dosenku Demi Nilai A]. Silahkan baca dulu cerita yang sebelumnya itu supaya gak bingung baca yang ini ya.

Aku sedang berjalan santai meninggalkan rumah pak Hr, ini pertemuanku yang ketiga dengan laki-laki itu demi menebus nilai ujianku yang selalu jeblok jika ujian dengan dia. Mungkin malah sengaja dibuat jeblok biar dia bisa main denganku. Dasar…, namun harus kuakui, dia laki-laki hebat, daya tahannya sungguh luar biasa jika dibandingkan dengan usianya yang hapir mencapai usia pensiun itu. Bahkan dari pagi hingga sore hari ini dia masih sanggup menggarapku tiga kali, sekali di ruang tengah begitu aku datang, dan dua kali di kamar tidur. Aku sempat terlelap sesudahnya beberapa jam sebelum membersihkan diri dan pulang. Berutung kali ini, aku bisa memaksanya menandatangani berkas ujian susulanku.
Aku Terjebak Dalam Sebuah Pesta Seks
Aku Terjebak Dalam Sebuah Pesta Seks

"Masih ada mata kuliah Pengantar Berorganisasi dan Kepemimpinan", katanya sambil membubuhkan nilai A di berkas ujianku. "Selama bapak masih bisa memberiku nilai A", kataku pendek. "Segeralah mendaftar, kuliah akan dimulai minggu depan!". "Terima kasih pak!" kataku sambil 
tak lupa memberikan senyum semanis mungkin. 

"Winda!" teriakan seseorang 
mengejutkan lamunanku. Aku 
menoleh ke arah sumber suara tadi 
yang aku perkirakan berasal dari 
dalam mobil yang berjalan perlahan 
menghampiriku. Seseorang membuka pintu mobil itu, wajah 
yang sangat aku benci muncul dari 
balik pintu Mitsubishi Galant keluaran 
tahun terakhir itu. "Masuklah Winda…". "Tidak, terima kasih. Aku bisa jalan 
sendiri koq!", Aku masih mencoba 
menolak dengan halus. "Ayolah, masa kau tega menolak 
ajakanku, padahal dengan pak Hr 
saja kau mau!". Aku tertegun sesaat, Bagai disambar 
petir di siang bolong. "Da…,Darimana kau tahu?". "Nah, jadi benar kan…, padahal aku 
tadi hanya menduga-duga!" "Sialan!", Aku mengumpat di dalam 
hati, harusnya tadi aku bersikap lebih 
tenang, aku memang selalu nervous 
kalau ketemu cowok satu ini, 
rasanya ingin buru-buru pergi dari 
hadapannya dan tidak ingin melihat mukanya yang memang seram itu. Seperti tipikal orang Indonesia 
bagian daerah paling timur, cowok 
ini hitam tinggi besar dengan postur 
sedikit gemuk, janggut dan cambang 
yang tidak pernah dirapikan dengan 
rambut keritingnya yang dipelihara panjang ditambah dengan caranya 
memakai kemeja yang tidak pernah 
dikancingkan dengan benar 
sehingga memamerkan dadanya 
yang penuh bulu. Dengan asesoris 
kalung, gelang dan cincin emas, arloji rolex yang dihiasi berlian…, cukup 
menunjukkan bahwa dia ini orang 
yang memang punya duit. Namun, 
aku menjadi muak dengan 
penampilan seperti itu. Dino memang salah satu jawara di 
kampus, anak buahnya banyak dan 
dengan kekuatan uang serta gaya 
jawara seperti itu membuat dia 
menjadi salah satu momok yang 
paling menakutkan di lingkungan kampus. Dia itu mahasiswa lama, dan 
mungkin bahkan tidak pernah lulus, 
namun tidak ada orang yang berani 
mengusik keberadaannya di kamus, 
bahkan dari kalangan akademik 
sekalipun. "Gimana? Masih tidak mau masuk?", 
tanya dia setengah mendesak. Aku tertegun sesaat, belum mau 
masuk. Aku memang sangat tidak 
menyukai laki-laki ini, Tetapi 
kelihatannya aku tidak punya pilihan 
lain, bisa-bisa semua orang tahu apa 
yang kuperbuat dengan pak Hr, dan aku sungguh-sungguh ingin 
menjaga rahasia ini, terutama 
terhadap Erwin, tunanganku. Namun 
saat ini aku benar benar terdesak 
dan ingin segera membiarkan 
masalah ini berlalu dariku. Makanya tanpa pikir panjang aku mengiyakan 
saja ajakannya. Dino tertawa penuh kemenangan, ia 
lalu berbicara dengan orang yang 
berada di sebelahnya supaya 
berpindah ke jok belakang. Aku 
membanting pantatku ke kursi mobil 
depan, dan pemuda itu langsung menancap gas. Sambil nyengir kuda. 
Kesenangan. "Ke mana kita?", tanyaku hambar. "Lho? Mestinya aku yang harus 
tanya, kau mau ke mana?", tanya 
Dino pura-pura heran. "Sudahlah Dino, tak usah berpura- 
pura lagi, kau mau apa?", Suaraku 
sudah sedemikian pasrahnya. Aku 
sudah tidak mau berpikir panjang 
lagi untuk meminta dia menutup- 
nutupi perbuatanku. Orang yang duduk di belakangku tertawa. "Rupanya dia cukup mengerti apa 
kemauanmu Dino!", Dia 
berkomentar. "Ah, diam kau Maki!" Rupanya orang 
itu namanya Maki, orang dengan 
penampilan hampir mirip dengan 
Dino kecuali rambutnya yang 
dipotong crew-cut. "Bagaimana kalau ke rumahku saja? 
Aku sangat merindukanmu Winda!", 
pancing Dino. "Sesukamulah…!", Aku tahu benar 
memang itu yang diinginkannya. Dino tertawa penuh kemenangan. Ia melarikan mobilnya makin 
kencang ke arah sebuah kompleks 
perumahan. Lalu mobil yang 
ditumpangi mereka memasuki 
pekarangan sebuah rumah yang 
cukup besar. Di pekarangan itu sudah ada 2 buah mobil lain, satu 
Mitsubishi Pajero dan satu lagi Toyota 
Great Corolla namun keduanya 
kelihatan diparkir sekenanya tak 
beraturan. Interior depan rumah itu sederhana 
saja. Cuma satu stel sofa, sebuah rak 
perabotan pecah belah. Tak lebih. 
Dindingnya polos. Demikian juga 
tempok ruang tengah. Terasa betapa 
luas dan kosongnya ruangan tengah itu, meski sebuah bar dengan rak 
minuman beraneka ragam terdapat 
di sudut ruangan, menghadap ke 
taman samping. Sebuah stereo set 
terpasang di ujung bar. Tampaknya 
baru saja dimatikan dengan tergesa- gesa. Pitanya sebagian tergantung 
keluar. 

Dari pintu samping kemudian muncul 
empat orang pemuda dan seorang 
gadis, yang jelas-jelas masih 
menggunakan seragam SMU. Mereka 
semua mengeluarkan suara 
setengah berbisik. Keempat orang laki-laki itu, tiga orang sepertinya 
sesuku dengan Dino atau 
sebangsanya, sedangkan yang satu 
lagi seperti bule dengan rambutnya 
yang gondrong. Sementara si gadis 
berperawakan tinggi langsing, berkulit putih dan rambutnya yang 
hitam lurus dan panjang tergerai 
sampai ke pinggang, ia memakai 
bandana lebar di kepalanya dengan 
poni tebal menutupi dahinya. 
Wajahnya yang oval dan bermata sipit menandakan bahwa ia 
keturunan Cina atau sebangsanya. 
Harus kuakui dia memang cantik, 
seperti bintang film drama Mandarin. 
Berbeda dengan penampilan ketiga 
laki-laki itu, gadis ini kelihatannya bukan merupakan gerombolan 
mereka, dilihat dari tampangnya 
yang masih lugu. Ia masih 
mengenakan seragam sebuah 
sekolah Katolik yang langsung bisa 
aku kenali karena memang khas. Namun entah mengapa dia bisa 
bergaul dengan orang-orang ini. Dino bertepuk tangan. Kemudian 
memperkenalkan diriku dengan 
mereka. Yos, dan Bram seperti tipikal 
orang sebangsa Dino, Tito berbadan 
tambun dan yang bule namanya 
Marchell, sementara gadis SMU itu bernama Shelly. Mereka semua yang 
laki-laki memandang diriku dengan 
mata "lapar" membuat aku tanpa 
sadar menyilangkan tangan di depan 
dadaku, seolah-olah mereka bisa 
melihat tubuhku di balik pakaian yang aku kenakan ini. Tampak tak sabaran Dino menarik 
diriku ke loteng. Langsung menuju 
sebuah kamar yang ada di ujung. 
Kamar itu tidak berdaun pintu, 
sebenarnya lebih tepat disebut ruang 
penyangga antara teras dengan kamar-kamar yang lain Sebab di 
salah satu ujungnya merupakan 
pintu tembusan ke ruang lain. Di sana ada sebuah kasur yang 
terhampar begitu saja di lantai kamar. 
Dengan sprei yang sudah acak- 
acakan. Di sudut terdapat dua buah 
kursi sofa besar dan sebuah meja 
kaca yang mungil. Di bawahnya berserakan majalah-majalah yang 
cover depannya saja bisa membuat 
orang merinding. Bergambar 
perempuan-perempuan telanjang. Aku sadar bahkan sangat sadar, apa 
yang dimaui Dino di kamar ini. Aku 
beranjak ke jendela. Menutup 
gordynnya hingga ruangan itu 
kelihatan sedikit gelap. Namun tak 
lama, karena kemudian Dino menyalakan lampu. Aku berputar 
membelakangi Dino, dan mulai 
melucuti pakaian yang aku kenakan. 
Dari blouse, kemudian rok 
bawahanku kubiarkan meluncur 
bebas ke mata kakiku. Kemudian aku memutar balik badanku berbalik 
menghadap Dino. Betapa terkejutnya aku ketika aku 
berbalik, ternyata di hadapanku kini 
tidak hanya ada Dino, namun Maki 
juga sedang berdiri di situ sambil 
cengengesan. Dengan gerakan 
reflek, aku menyambar blouseku untuk menutupi tubuhku yang 
setengah telanjang. Melihat 
keterkejutanku, kedua laki-laki itu 
malah tertawa terbahak-bahak. "Ayolah Winda, Toh engkau juga 
sudah sering memperlihatkan tubuh 
telanjangmu kepada beberapa laki- 
laki lain?". "Kurang ajar kau Dino!" Aku 
mengumpat sekenanya. Wajah laki-laki itu berubah seketika, 
dari tertawa terbahak-bahak menjadi 
serius, sangat serius. Dengan tatapan 
yang sangat tajam dia berujar, 
"Apakah engkau punya pilihan lain? 
Ayolah, lakukan saja dan sesudah selesai kita boleh melupakan 
kejadian ini." Aku tertegun, melayani dua orang 
sekaligus belum pernah aku lakukan 
sebelumnya. Apalagi orang-orang 
yang bertampang seram seperti ini. 
Tapi seperti yang dia bilang, aku tak 
punya pilihan lain. Seribu satu pertimbangan berkecamuk di 
kepalaku hingga membuat aku 
pusing. Tubuhku tanpa sadar sampai 
gemetaran, terasa sekali lututku 
lemas sepertinya aku sudah 
kehabisan tenaga karena digilir mereka berdua, padahal mereka 
sama sekali belum memulainya. Akhirnya, dengan sangat berat aku 
menggerakkan kedua tangan ke 
arah punggungku di mana aku bisa 
meraih kaitan BH yang aku pakai. 
Baju yang tadi aku pakai untuk 
menutupi bagian tubuhku dengan sendirinya terjatuh ke lantai. Dengan 
sekali sentakan halus BH-ku telah 
terlepas dan meluncur bebas dan 
sebelum terjatuh ke lantai 
kulemparkan benda itu ke arah Dino 
yang kemudian ditangkapnya dengan tangkas. Ia mencium bagian 
dalam mangkuk bra-ku dengan 
penuh perasaan. "Harum!", katanya. Lalu ia seperti mencari-cari sesuatu 
dari benda itu, dan ketika 
ditemukannya ia berhenti. "36B!", katanya pendek. Rupanya ia pingin tahu berapa 
ukuran dadaku ini. "BH-nya saja sudah sedemikian 
harum, apalagi isinya!", katanya 
seraya memberikan BH itu kepada 
Maki sehingga laki-laki itu juga ikut- 
ikutan menciumi benda itu. Namun 
demikian mata mereka tak pernah lepas menatap belahan payudaraku 
yang kini tidak tertutup apa-apa lagi. Aku kini hanya berdiri menunggu, 
dan tanpa diminta Dino melangkah 
mendekatiku. Ia meraih kepalaku. 
Tangannya meraih kunciran rambut 
dan melepaskannya hingga 
rambutku kini tergerai bebas sampai ke punggung. "Nah, dengan begini kau kelihatan 
lebih cantik!" 

Ia terus berjalan memutari tubuhku 
dan memelukku dari belakang. Ia 
sibakkan rambutku dan 
memindahkannya ke depan lewat 
pundak sebelah kiriku, sehingga 
bagian punggung sampai ke tengkukku bebas tanpa penghalang. 
Lalu ia menjatuhkan ciumannya ke 
tengkuk belakangku. Lidahnya 
menjelajah di sekitar leher, tengkuk 
kemudian naik ke kuping dan 
menggelitik di sana. Kedua belah tangannya yang kekar dan berbulu 
yang tadi memeluk pinggangku kini 
mulai merayap naik dan mulai 
meremas-remas kedua belah 
payudaraku dengan gemas. Aku 
masih menanggapinya dengan dingin dengan tidak bereaksi sama 
sekali selain memejamkan mataku. Dino rupanya tidak begitu suka aku 
bersikap pasif, dengan kasar ia 
menarik wajahku hingga bibirnya 
bisa melumat bibirku. Aku hanya 
berdiam diri saja tak memberikan 
reaksi. Sambil melumat, lidahnya mencari-cari dan berusaha masuk ke 
dalam mulutku, dan ketika berhasil 
lidahnya bergerak bebas menjilati 
lidahku hingga secara tak sengaja 
lidahkupun meronta-ronta. Sambil memejamkan mata aku 
mencoba untuk menikmati perasaan 
itu dengan utuh. Tak ada gunanya 
aku menolak, hal itu akan 
membuatku lebih menderita lagi. 
Dengan kuluman lidah seperti itu, ditingkahi dengan remasan-remasan 
telapak tangannya di payudaraku 
sambil sekali-sekali ibu jari dan 
telunjuknya memilin-milin puting 
susuku, pertahananku akhirnya 
bobol juga. Memang, aku sudah sangat terbiasa dan sangat terbuai 
dengan permaian seperti ini hingga 
dengan mudahnya Dino mulai 
membangkitkan nafsuku. Bahkan 
kini aku mulai memberanikan 
menggerakkan tangan meremas kepala Dino yang berada di 
belakangku. Sementara dengan ekor 
mataku aku melihat Maki beranjak 
berjalan menuju sofa dan duduk di 
sana, sambil pandangan matanya 
tidak pernah lepas dari kami berdua. Mungkin karena merasa sudah 
menguasai diriku, ciuman Dino terus 
merambat turun ke leherku, 
menghisapnya hingga aku 
menggelinjang. Lalu merosot lagi 
menelusup di balik ketiak dan merayap ke depan sampai akhirnya 
hinggap di salah satu pucuk bukit di 
dadaku, Dengan satu remasan yang 
gemas hingga membuat puting 
susuku melejit Dino untuk 
mengulumnya. Pertama lidahnya tepat menyapu pentilnya, lalu 
bergerak memutari seluruh daerah 
puting susuku sebelum mulutnya 
mengenyot habis puting susuku itu. 
Ia menghisapnya dengan gemas 
sampai pipinya kempot. Tubuhku secara tiba-tiba bagaikan 
disengat listrik, terasa geli yang luar 
biasa bercampur sedikit nyeri di 
bagian itu. Aku menggelinjang, 
melenguh apalagi ketika puting 
susuku digigit-gigit perlahan oleh Dino. Buah anggur yang ranum itu 
dipermainkan pula dengan lidah 
Dino yang kasap. Dipilin-pilinnya 
kesana kemari. Dikecupinya, dan 
disedotnya kuat-kuat sampai 
putingnya menempel pada telaknya. Aku merintih. Tanganku refleks 
meremas dan menarik kepalanya 
sehingga semakin membenam di 
kedua gunung kembarku yang putih 
dan padat. Aku sungguh tak tahu 
mengapa harus begitu pasrah kepada lelaki itu. Mengapa aku 
justeru tenggelam dalam permaianan 
itu? Semula aku hanya merasa 
terpaksa demi menutupi rahasia atas 
perbuatanku. Tapi kemudian 
nyatanya, permainan yang Dino mainkan begitu dalam. Dan aneh 
sekali, Tanpa sadar aku mulai 
mengikuti permainan yang dipimpin 
dengan cemerlang oleh Dino. "Winda…", "Ya?", "Kau suka aku 
perlakukan seperti ini?". Aku hanya 
mengangguk. Dan memejamkan 
matanya. membiarkan payudaraku 
terus diremas-remas dan puting 
susunya dipilin perlahan. Aku menggeliat, merasakan nikmat yang 
luar biasa. Puting susu yang mungil 
itu hanya sebentar saja sudah 
berubah membengkak, keras dan 
mencuat semakin runcing. "Hsss…, ah!", Aku mendesah saat 
merasakan jari-jari tangan lelaki itu 
mulai menyusup ke balik celana 
dalamku dan merayap mencari liang 
yang ada di selangkanganku. Dan 
ketika menemukannya Jari-jari tangan itu mula-mula mengusap- 
usap permukaannya, terus 
mengusap-usap dan ketika sudah 
terasa basah jarinya mulai merayap 
masuk untuk kemudian menyentuh 
dinding-dinding dalam liang itu. Dalam posisi masih berdiri 
berhadapan, sambil terus 
mencumbui payudaraku, Dino 
meneruskan aksinya di dalam liang 
gelap yang sudah basah itu. Makin 
lama makin dalam. Aku sendiri semakin menggelinjang tak karuan, 
kedua buah jari yang ada di dalam 
liang vaginaku itu bergerak-gerak 
dengan liar. Bahkan kadang-kadang 
mencoba merenggangkan liang 
vaginaku hingga menganga. Dan yang membuat aku tambah gila, ia 
menggerak-gerakkan jarinya keluar 
masuk ke dalam liang vaginaku 
seolah-olah sedang menyetubuhiku. 
Aku tak kuasa untuk menahan diri. 

"Nggghh…!", mulutku mulai 
meracau. Aku sungguh kewalahan 
dibuatnya hingga lututku terasa 
lemas hingga akhirnya akupun tak 
kuasa menahan tubuhku hingga 
merosot bersimpuh di lantai. Aku mencoba untuk mengatur nafasku 
yang terengah-engah. Aku sungguh 
tidak memperhatikan lagi yang 
kutahu kini tiba-tiba saja Dino telah 
berdiri telanjang bulat di hadapanku. 
Tubuhnya yang tinggi besar, hitam dan penuh bulu itu dengan 
angkuhnya berdiri mengangkang 
persis di depanku sehingga wajahku 
persis menghadap ke bagian 
selangkangannya. Disitu, aku melihat 
batang kejantanannya telah berdiri dengan tegaknya. Besar panjang 
kehitaman dengan bulu hitam yang 
lebat di daerah pangkalnya. Dengan sekali rengkuh, ia meraih 
kepalaku untuk ditarik mendekati 
daerah di bawah perutnya itu. Aku 
tahu apa yang dimauinya, bahkan 
sangat tahu ini adalah perbuatan 
yang sangat disukai para lelaki. Di mana ketika aku melakukan oral 
seks terhadap kelaminnya. Maka, dengan kepalang basah, 
kulakukan apa yang harus 
kulakukan. Benda itu telah masuk ke 
dalam mulutku dan menjadi 
permainan lidahku yang berputar 
mengitari ujung kepalanya yang bagaikan sebuah topi baja itu. Lalu 
berhenti ketika menemukan lubang 
yang berada persis di ujungnya. Lalu 
dengan segala kemampuanku aku 
mulai mengelomoh batang itu sambil 
kadang-kadang menghisapnya kuat-kuat sehingga pemiliknya 
bergetar hebat menahan rasa yang 
tak tertahankan. Pada saat itu aku sempat melirik ke 
arah sofa di mana Maki berada, dan 
ternyata laki-laki ini sudah mulai 
terbawa nafsu menyaksikan 
perbuatan kami berdua. Buktinya, ia 
telah mengeluarkan batang kejantanannya dan mengocoknya 
naik turun sambil berkali-kali 
menelan ludah. Konsentrasiku buyar 
ketika Dino menarik kepalaku 
hingga menjauh dari 
selangkangannya. Ia lalu menarik tubuhku hingga telentang di atas 
kasur yang terhampar di situ. Lalu 
dengan cepat ia melucuti celana 
dalamku dan dibuangnya jauh-jauh 
seakan-akan ia takut aku akan 
memakainya kembali. Untuk beberapa detik mata Dino 
nanar memandang bagian bawah 
tubuhku yang sudah tak tertutup 
apa-apa lagi. Si Makipun sampai 
berdiri mendekat ke arah kami 
berdua seakan ia tidak puas memandang kami dari kejauhan. Namun beberapa detik kemudian, 
Dino mulai merenggangkan kedua 
belah pahaku lebar-lebar. Paha 
kiriku diangkatnya dan 
disangkutkan ke pundaknya. Lalu 
dengan tangannya yang sebelah lagi memegangi batang kejantanannya 
dan diusap-usapkan ke permukaan 
bibir vaginaku yang sudah sangat 
basah. Ada rasa geli menyerang di 
situ hingga aku menggelinjang dan 
memejamkan mata. Sedetik kemudian, aku merasakan 
ada benda lonjong yang mulai 
menyeruak ke dalam liang vaginaku. 
Aku menahan nafas ketika terasa 
ada benda asing mulai menyeruak di 
situ. Seperti biasanya, aku tak kuasa untuk menahan jeritanku pada saat 
pertama kali ada kejantanan laki-laki 
menyeruak masuk ke dalam liang 
vaginaku. Dengan perlahan namun pasti, 
kejantanan Dino meluncur masuk 
semakin dalam. Dan ketika sudah 
masuk setengahnya ia bahkan 
memasukkan sisanya dengan satu 
sentakan kasar hingga aku benar- benar berteriak karena terasa nyeri. 
Dan setelah itu, tanpa memberiku 
kesempatan untuk membiasakan diri 
dulu, Dino sudah bergoyang mencari 
kepuasannya sendiri. Dino menggerak-gerakkan 
pinggulnya dengan kencang dan 
kasar menghunjam-hunjam ke dalam 
tubuhku hingga aku memekik keras 
setiap kali kejantanan Dino 
menyentak ke dalam. Pedih dan ngilu. Namun bercampur nikmat 
yang tak terkira. Ada sensasi aneh 
yang baru pertama kali kurasakan di 
mana di sela-sela rasa ngilu itu aku 
juga merasakan rasa nikmat yang tak 
terkira. Namun aku juga tidak bisa menguasai diriku lagi hingga aku 
sampai menangis menggebu-gebu, 
sakit keluhku setiap kali Dino 
menghunjam, tapi aku semakin 
mempererat pelukanku, Pedih, tapi 
aku juga tak bersedia Dino menyudahi perlakuannya terhadap 
diriku. Aku semakin merintih. Air mataku 
meleleh keluar. kami terus bergulat 
dalam posisi demikian. Sampai tiba- 
tiba ada rasa nikmat yang luar biasa 
di sekujur tubuhku. Aku telah 
orgasme. Ya, orgasme bersama dengan orang yang aku benci. 
Tubuhku mengejang selama 
beberapa puluh detik. Sebelum 
melemas. Namun Dino rupanya 
belum selesai. Ia kini membalikkan 
tubuhku hingga kini aku bertumpu pada kedua telapak tangan dan 
kedua lututku. Ia ingin 
meneruskannya dengan doggy style. 
Aku hanya pasrah saja. Kini ia menyetubuhiku dari belakang. 
Tangannya kini dengan leluasa 
berpindah-pindah dari pinggang, 
meremas pantat dan meremas 
payudaraku yang menggelantung 
berat ke bawah. Kini Dino bahkan lebih memperhebat serangannya. Ia 
bisa dengan leluasa 
menggoyangkan tubuhnya dengan 
cepat dan semakin kasar. Pada saat itu tanpa terasa, Maki telah 
duduk mengangkang di depanku. 
Laki-laki ini juga telah telanjang bulat. 
Ia menyodorkan batang penisnya ke 
dalam mulutku, tangannya meraih 
kepalaku dan dengan setengah memaksa ia menjejalkan batang 
kejantanannya itu ke dalam mulutku. 

Kini aku melayani dua orang 
sekaligus. Dino yang sedang 
menyetubuhiku dari belakang. Dan 
Maki yang sedang memaksaku 
melakukan oral seks terhadap 
dirinya. Dino kadang-kadang malah menyorongkan kepalanya ke depan 
untuk menikmati payudaraku. Aku 
mengerang pelan setiap kali ia 
menghisap puting susuku. Dengan 
dua orang yang mengeroyokku aku 
sungguh kewalahan hingga tidak bisa berbuat apa-apa. Malahan aku 
merasa sangat terangsang dengan 
posisi seperti ini. Mereka menyetubuhiku dari dua 
arah, yang satu akan menyebabkan 
penis pada tubuh mereka yang 
berada di arah lainnya semakin 
menghunjam. Kadang-kadang aku 
hampir tersedak. Maki yang tampaknya mengerti kesulitanku 
mengalah dan hanya diam saja. Dino 
yang mengatur segala gerakan. Perlahan-lahan kenikmatan yang 
tidak terlukiskan menjalar di sekujur 
tubuhku. Perasaan tidak berdaya 
saat bermain seks ternyata 
mengakibatkan diriku melambung di 
luar batas yang pernah kuperkirakan sebelumnya. Dan kembali tubuhku 
mengejang, deras dan tanpa henti. 
Aku mengalami orgasme yang 
datang dengan beruntun seperti tak 
berkesudahan. Tidak lama kemudian Dino 
mengalami orgasme. Batang 
penisnya menyemprotkan air mani 
dengan deras ke dalam liang 
vaginaku. Benda itu menyentak- 
nyentak dengan hebat, seolah-olah ingin menjebol dinding vaginaku. 
Aku bisa merasakan air mani yang 
disemprotkannya banyak sekali, 
hingga sebagian meluap keluar 
meleleh di salah satu pahaku. 
Sesudah itu mereka berganti tempat. Maki mengambil alih perlakuan Dino. 
Masih dalam posisi doggy style. 
Batang kejantanannya dengan mulus 
meluncur masuk dalam sekali sampai 
menyentuh bibir rahimku. Ia bisa 
mudah melakukannya karena memang liang vaginaku sudah 
sangat licin dilumasi cairan yang 
keluar dari dalamnya dan sudah 
bercampur dengan air mani Dino 
yang sangat banyak. Permainan 
dilanjutkan. Aku kini tinggal melayani Maki seorang, karena Dino 
dengan nafas yang tersengal-sengal 
telah duduk telentang di atas sofa 
yang tadi diduduki Maki untuk 
mengumpulkan tenaga. Aku 
mengeluh pendek setiap kali Maki mendorong masuk miliknya. Maki 
terus memacu gerakkannya. Semakin 
lama semakin keras dan kasar 
hingga membuat aku merintih dan 
mengaduh tak berkesudahan. Pada saat itu masuk Bram dan Tito 
bersamaan ke dalam ruangan. Tanpa 
basa-basi, mereka pun langsung 
melucuti pakaiannya hingga 
telanjang bulat. Lalu mereka duduk 
di lantai dan menonton adegan mesum yang sedang terjadi antara 
aku dan Maki. Bram nampak 
kelihatan tidak sabaran Tetapi aku 
sudah tidak peduli lagi. Maki terus 
memacu menggebu-gebu. Laki-laki 
itu sibuk memacu sambil meremasi payudaraku yang menggelantung 
berat ke bawah. Sesaat kemudian tubuhku dibalikkan 
kembali telentang di atas kasur dan 
pada saat itu Bram dengan tangkas 
menyodorkan batang kejantanannya 
ke dalam mulutku. Aku sudah 
setengah sadar ketika Tito menggantikan Maki menggeluti 
tubuhku. Keadaanku sudah 
sedemikian acak-acakan. Rambut 
yang kusut masai. Tubuhku sudah 
bersimpah peluh. Tidak hanya 
keringat yang keluar dari tubuhku sendiri, tapi juga cucuran keringat 
dari para laki-laki yang bergantian 
menggauliku. Aku kini hanya 
telentang pasrah ditindihi tubuh 
gemuk Tito yang bergoyang-goyang 
di atasnya. Laki-laki gemuk itu 
mengangkangkan kedua belah 
pahaku lebar-lebar sambil terus 
menghunjam-hunjamkan miliknya 
ke dalam milikku. Sementara Bram 
tak pernah memberiku kesempatan yang cukup untuk bernafas. Ia terus 
saja menjejal-jejalkan miliknya ke 
dalam mulutku. Aku sendiri sudah 
tidak bisa mengotrol diriku lagi. 
Guncangan demi guncangan yang 
diakibatkan oleh gerakan Titolah yang membuat Bram makin 
terangsang. Bukan lagi kuluman dan 
jilatan yang harusnya aku lakukan 
dengan lidah dan mulutku. Dan ketika Tito melenguh panjang, ia 
mencapai orgasmenya dengan 
meremas kedua belah payudaraku 
kuat-kuat hingga aku berteriak 
mengaduh kesakitan. Lalu beberapa 
saat kemudian ia dengan nafasnya yang tersengal-sengal memisahkan 
diri dari diriku. Dan pada saat hampir 
bersamaan Bram juga mengerang 
keras. Batang kejantanannya yang 
masih berada di dalam mulutku 
bergerak liar dan menyemprotkan air maninya yang kental dan hangat. 
Aku meronta, ingin mengeluarkan 
banda itu dari dalam mulutku, namun 
tangan Bram yang kokoh tetap 
menahan kepalaku dan aku tak 
kuasa meronta lagi karena memang tenagaku sudah hampir habis. Cairan 
kental yang hangat itu akhirnya 
tertelan olehku. Banyak sekali. 
Bahkan sampai meluap keluar 
membasahi daerah sekitar bibirku 
sampai meleleh ke leher. Aku tak bisa berbuat apa-apa, selain dengan 
cepat mencoba menelan semua yang 
ada supaya tidak terlalu terasa di 
dalam mulutku. Aku memejamkan 
mata erat-erat, tubuhku mengejang 
melampiaskan rasa yang tidak karuan, geli, jijik, namun ada sensasi 
aneh yang luar biasa juga di dalam 
diriku. Sungguh sangat erotis 
merasakan siksa birahi semacam ini 
hingga akupun akhirnya orgasme 
panjang untuk ke sekian kalinya. 

Dengan ekor mataku aku kembali 
melihat seseorang masuk ke 
ruangan yang ternyata si bule dan 
orang itu juga mulai membuka 
celananya. Aku menggigit bibir, dan 
mulai menangis terisak-isak. Aku hanya bisa memejamkan mata ketika 
Marchell mulai menindihi tubuhku. 
Pasrah. Tidak lama kemudian setelah orang 
terakhir melaksanakan hasratnya 
pada diriku mereka keluar. aku 
merasa seluruh tubuhku luluh lantak. 
Setelah berhasil mengumpulkan 
cukup tenaga kembali, dengan terhuyung-huyung, aku bangkit dari 
tempat tidur, mengenakan 
pakaianku seadanya dan pergi 
mencari kamar mandi. Aku berpapasan dengan Dino yang 
muncul dari dalam sebuah ruangan 
yang pintunya terbuka. Lelaki itu 
sedang sibuk mengancingkan 
retsluiting celananya. Masih sempat 
terlihat dari luar di dalam kamar itu, di atas tempat tidur tubuh Shelly yang 
telanjang sedang ditindihi oleh tubuh 
Maki yang bergerak-gerak cepat. 
Memacu naik turun. Gadis itu 
menggelinjang-gelinjang setiap kali 
Maki bergerak naik turun. Rupanya anak itu bernasib sama seperti diriku. "Di mana aku bisa menemukan 
kamar mandi?" tanyaku pada Dino. Tanpa menjawab, ia hanya 
menunjukkan tangannya ke sebuah 
pintu. Tanpa basa-basi lagi aku 
segera beranjak menuju pintu itu. Di sana aku mandi berendam air 
panas sambil mengangis. Aku tidak 
tahu saya sudah terjerumus ke dalam 
apa kini. Yang membuat aku benci 
kepada diriku sendiri, walaupun aku 
merasa sedih, kesal, marah bercampur menjadi satu, namun 
demikian setiap kali teringat kejadian 
barusan, langsung saja 
selangkanganku basah lagi. Aku berendam di sana sangat lama, 
mungkin lebih dari satu jam lamanya. 
Setelah terasa kepenatan tubuhku 
agak berkurang aku menyudahi 
mandiku. Dengan berjalan tertatih- 
tatih aku melangkah keluar kamar mandi dan berjalan mencari pintu 
keluar. Sudah hampir jam sebelas 
malam ketika aku keluar dari rumah 
itu. Sampai di dalam rumah, Aku 
langsung ngeloyor masuk ke kamar. 
Aku tak peduli dengan kakakku 
yang terheran-heran melihat tingkah 
lakuku yang tidak biasa, aku tak 
menyapanya karena memang sudah tidak ada keinginan untuk berbicara 
lagi malam ini. Aku tumpahkan 
segala perasaan campur aduk itu, 
kekesalan, dan sakit hati dengan 
menangis.